Jumat, 04 Juni 2010

“Keblinger”
Oleh : Daladi


Kita harus berterimakasih pada para pendahulu kita yang telah mewariskan kekayaan budaya yang memiliki nilai yang begitu agung. Salah satu warisan budaya tersebut berupa keberagaman kosa kata dalam bahasa Jawa yang seringkali sulit dicarikan kesepadanannya dalam kosa kata bahasa Indonesia. Dan kita lebih bersyukur bahwa ternyata dalam kosa kata tersebut selain terkandung makna yang sangat dalam, juga berisi ajaran yang begitu mulia untuk diaktualisasikan dalam kehidupan.
Salah satu contoh dari kosa kata tersebut adalah keblinger, yang hampir mustahil untuk dicarikan kesepadanannya dalam kosa kata bahasa Indonesia. Jikapun dipaksakan, dapat dipastikan tidak akan memiliki kesamaan makna sebagaimana yang dimaksudkan dalam kata keblinger tersebut. Dan oleh karenanya dalam tulisan ini tidak akan dibahas penyepadanan kata keblinger dengan kosa kata dalam bahasa Indonesia. Melalui tulisan ini penulis mengajak pembaca untuk bersama-sama memahami makna kata tersebut serta mencari relevansi dan aktualisasinya dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Pengertian sederhana dari kata keblinger kurang lebih adalah orang yang menjadi lupa diri sebab terperdaya oleh kesuksesan yang telah didapatnya. Dalam kehidupan manusia, keblinger berlaku seperti virus laten yang dapat menyerang dan menjangkiti siapapun, kapanpun dan dimanapun. Yang menjadi sasaran utama adalah orang-orang yang telah mencapai kesuksesan dalam hidupnya, mulai dari sukses jabatan, sukses kedudukan, sukses kekuasaan, sukses harta, sukses karier, sukses prestasi, hingga sukses jodoh.
Beberapa indikasi bahwa seseorang telah terjangkiti virus keblinger diantaranya adalah manakala seseorang menjadi lupa diri setelah meraih kesuksesan. Ia lupa pada keadaan dan keberadaan dirinya ketika belum menjadi orang sukses. Indikasi lainya adalah ketika seseorang telah meraih kesuksesan justru menjadi semakin jauh dari nilai-nilai budi pekerti luhur, moral dan agama. Atau seseorang dikatakan keblinger ketika setelah meraih kesuksesan kemudian mengingkari dan mengkhianati perjuangan dan pengorbanan dari orang-orang yang telah mengantarnya meraih kesuksesan.
Virus keblinger telah banyak memakan mangsanya dengan menyerang dan menjangkiti mereka dikarenakan telah berlaku lengah. Contoh nyatanya adalah, betapa di negeri ini sudah tak terhitung pejabat yang tidak dapat secara cerdas menghindar dari serangan virus keblinger tadi. Ilustrasinya adalah, betapa tak sedikit pejabat yang sebelumnya begitu santun dan rendah hati, kritis, berkepedulian tinggi, berbudi pekerti dan berakhlak mulia, tapi setelah berhasil menduduki jabatan tertentu semerta berubah menjadi tinggi hati, pongah, arogan, korup, egois, banyak melakukan perbuatan tercela dan semakin jauh dari keluhuran budi pekerti, moral, serta ajaran-ajaran agamanya.
Ketika seseorang sudah mulai keblinger oleh jabatan, kedudukan dan kekuasaan, giliran berikutnya biasanya ia akan keblinger pula oleh harta yang dimilikinya. Dan selanjutnya ia akan begitu mudah pula untuk menjadi keblinger pada kemegahan dan gemerlapnya kehidupan duniawi lainnya, oleh karena dengan mudah dapat dibelinya.
Contoh sempurna dari analisa demikian adalah cerita rakyat tentang tokoh Malin Kundang. Betapa Malin Kundang menjadi keblinger setelah mendapatkan kedudukan sangat tinggi, dan kemudian iapun keblinger pula oleh harta yang dimiliki. Malin Kundang lupa pada asal-usulnya bahwa sebelum memperoleh kedudukan tinggi dan terhormat ia hanyalah anak mbok rondo yang jelata dan miskin. Begitu keblinger-nya Malin Kundang sampai-sampai menjadi durhaka dan tidak mau mengakui ibu kandungnya sendiri yang telah melahirkan dan membesarkannya. Bahkan Malin Kundang pun mengingkari dan mengkhianati perjuangan serta pengorbanan ibunya yang telah mengantarnya meraih kesuksesan kedudukan yang sangat tinggi tersebut. Dan kita semua tahu akhir dari cerita tersebut adalah kesengsaraan dan penderitaan bagi Si Malin Kundang setelah dikutuk oleh ibunya sehingga menjadi patung batu.
Sebagaimana disampaikan di depan bahwa keblinger seperti layaknya virus laten yang dapat dengan mudah menyerang dan menjangkiti siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Sasaran utamanya adalah orang-orang yang telah berhasil meraih kesuksesan. Dan sebagaimana gambaran akhir dari cerita Malin Kundang tadi, setiap perilaku keblinger pasti akan berujung pada kesengasaraan, penderitaan, dan bahkan kehancuran. Lantas bagaimanakah seseorang bisa menjadi keblinger justru setelah meraih kesuksesan?
Seseorang yang sedang dalam kesuksesan ia justru sedang berada dalam masa paling rentan untuk terjangkiti dan terserang virus keblinger. Dan agar tak mudah terserang virus keblinger, kita harus mempersiapkan penangkalnya berupa hati dan pikiran yang selalu eling, waspada, dan mulat.

Eling, artinya bahwa kita harus senantiasa ingat dan sadar. Kita harus eling bahwa kusuksesan yang kita raih bukan merupakan hasil perjuangan dan kerja keras kita semata. Tuhanlah yang dengan kemurahan-Nya memberikan rahmat dan anugerah berupa kesuksesan tersebut. Kita harus selalu ingat dan sadar pula bahwa setiap kesuksesan yang kita raih pada hakekatnya adalah amanah Tuhan yang harus diemban dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dan oleh karenanya kita juga harus selalu eling pada wewaler dan paugeran yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Kitapun harus selalu eling pula bahwa banyak pihak telah berjuang dan berkorban membantu kita dalam meraih kesuksesan tersebut. Pihak-pihak tersebut mungkin adalah keluarga, saudara, teman, atau bahkan orang lain yang sama sekali tidak kita kenal. Dan karena itu sangat tak pantas jika kemudian kita menjadi keblinger sehingga melupakan perjuangan dan pengorbanan mereka. Kita juga harus eling dengan selalu bersyukur karena mungkin sebelum meraih kesuksesan kita bukanlah siapa-siapa.

Waspada, artinya kurang lebih adalah berhati-hati. Kita harus selalu waspada pada setiap godaan yang pasti datang, oleh karena godaan adalah konsekuensi penyerta bagi siapapun yang telah meraih kesuksesan. Dan sifat dari godaan-godaan tersebut betapapun sepintas terasa manis dan nikmat, pada akhirnya pasti akan menjerumuskan kita. Jika kita tidak berlaku waspada pada godaan-godaan tersebut akan dapat berakibat pada kejatuhan yang menyakitkan.

Mulat, adalah sikap selalu teliti dan penuh perhitungan. Untuk memperjelas pemahaman ini dapat kita analogikan dengan seorang penggembala kambing. Seorang penggembala kambing harus selalu mulat pada kambing-kambing yang digembalakannya. Ia harus senantiasa menjaga dan memperhatikan setiap gerak-gerik kambing-kambingnya agar tidak memakan tanaman miliki orang lain. Seorang penggembala kambing juga harus menjaga kambing-kambing gembalaannya agar tak menjadi mangsa harimau atau binatang buas lainnya.
Analogi diatas berlaku bagi siapapun yang telah berhasil meraih kesuksesan. Setiap kita harus dapat menjadi penggembala bagi diri sendiri dengan menghindarkan segala sikap, perilaku, dan perbuatan yang dapat mengakibatkan kesengsaraan, penderitaan, dan kehancuran diri sendiri maupun orang lain yang kita cintai. Kita harus selalu mulat pada napsu hewaniah kita yang cenderung mau kuasa sendiri, menang sendiri, dan senang sendiri.
Dengan selalu eling, waspada, dan mulat niscaya kita akan menjadi orang yang terselamatkan dari ancaman virus keblinger yang bertebaran di mana-mana dalam wujud godaan-godaan setelah kita meraih keberhasilan dan kesuksesan, sehingga kitapun terhindar dari penderitaan, kesengsaraan, dan kehancuran. Semoga.

Daladi
Peminat dan pemerhati
masalah sosial budaya
Ketika Guru Harus Menulis
Oleh : Daladi

Pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Salah satu tuntutan profesionalitas guru sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (1) diatas adalah bahwa guru wajib memiliki kompetensi profesi. Oleh karena guru adalah sebuah profesi, maka guru selalu dituntut dapat mewujudkan tanggungjawabnya sebagai pendidik profesional. Tuntutan tersebut menjadi semakin tak terelakkan jika dikaitkan dengan persyaratan pengajuan usul penetapan angka kredit (PAK) untuk kenaikan pangkat/golongan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam Permen PANRB tersebut terbaca bahwa untuk mengajukan usul penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat/golongan guru harus dapat memenuhi jumlah angka kredit tertentu, yang esensinya merupakan wujud penjaminan dan pertanggungjawaban profesionalitas guru. Adapun besarnya angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/golongan pada unsur pengembangan profesi (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) dan karya ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
No. Kenaikan Pangkat/gol. Pengembangan Profesi Karya Ilmiah / Karya Inovasi
1 III/a ke III/b 3 -
2 III/b ke III/c 3 4
3 III/c ke III/d 3 6
4 III/d ke IV/a 4 8
5 IV/a ke IV/b 4 12
6 IV/b ke IV/c 4 12
7 IV/c ke IV/d 5 14
8 IV/d ke IV/e 5 20
Sumber : sulipan.wordpress.com. Konversi tabel : Daladi

Dibalik tuntutan terpenuhinya kompetensi profesi sebagaimana ditunjukkan pada tabel diatas, makna positif kenaikan pangkat/golongan melalui sistem angka kredit adalah bahwa guru – termasuk kepala sekolah – memiliki peluang sangat besar untuk mencapai pangkat/golongan yang tergolong tinggi. Namun demikian, di sisi lain juga memunculkan kekhawatiran akan banyak guru yang kenaikan pangkat/golongannya jadi terhambat karena tidak dapat memenuhi angka kredit minimal, utamanya pada unsur karya ilmiah/karya inovasi. Bahkan bisa lebih tragis lagi akan lebih banyak lagi guru yang pangkat/golongannya terhenti pada pangkat/golongan bawah.
Realitas menunjukkan bahwa dari sekian banyak guru – tak terkecuali kepala sekolah – yang telah mencapai pangkat/golongan IV/a sangat sedikit yang dapat berlanjut hingga mencapai pangkat/golongan IV/b ke atas. Banyak guru maupun kepala sekolah yang pangkat/golongannya terhenti pada IV/a hingga lebih dari empat tahun, bahkan ada yang sampai sepuluh tahun atau lebih. Penyebab utamanya karena tidak dapat memenuhi angka kredit yang diperlukan untuk naik ke pangkat/golongan IV/b, terutama pada unsur karya ilmiah/karya inovasi. Meski demikian, mereka terbilang “beruntung” karena telah mencapai pangkat/golongan IV/a sebelum diberlakukannya Permen PANRB Nomor 16 Tahun 2009 tersebut.
Gambaran bahwa banyak guru maupun kepala sekolah yang pangkat/golongannya terhenti pada IV/a karena alasan tadi menjadi penguat munculnya kekhawatiran tersebut. Dan jika kekhawatiran itu benar-benar terjadi sama artinya akan semakin banyak guru maupun kepala sekolah yang tidak memenuhi kompetensi profesi. Oleh karena itu sangat mendesak perlunya pengupayaan oleh semua pihak yang memiliki kepentingan agar guru dapat mengembangkan kompetensi profesinya, baik melalui karya ilmiah maupun karya inovasi. Alternatif sumbang saran berikut ini barangkali bisa dijadikan pertimbangan untuk mewujudkan pengupayaan pengembangan kompetensi profesi guru maupun kepala sekolah.
1. Kebanyakan guru maupun kepala sekolah memiliki pandangan bahwa menulis karya ilmiah/karya inovasi itu sulit. Pandangan seperti ini yang menjadi pangkal mula guru/kepala sekolah tidak memiliki motivasi untuk menulis. Oleh karena itu pandangan tersebut harus segera diubah melalui sikap positif dengan membangun pandangan optimistis bahwa sebenarnya siapapun bisa menulis. Yang terpenting harus segera dilakukan adalah memulai menulis. Dalam hal ini kita tidak perlu terlalu memikirkan tentang kwalitas hasil dari yang kita tulis. Biarkan semua berjalan secara wajar dalam sebuah proses kepenulisan menuju kemajuan/peningkatan kwalitas tulisan kita. Bukankah sehebat apapun seorang penulis tidak ada yang ketika pertama kali menulis ketika itu juga menghasilkan tulisan dengan kwalitas memuaskan? Melainkan ia pasti mengalami pula sebuah proses sehingga menghasilkan karya dengan kwalitas memuaskan yang di dalamnya sarat dengan dinamika pasang-surut dan jatuh-bangun.
2. Depertemen Pendidikan Nasional dan Departemen Pendidikan Agama perlu segera menyelenggarakan sosialisasi tentang karya tulis ilmiah/karya inovasi, oleh karena masih banyak guru maupun kepala sekolah yang belum mengerti dan memahami secara utuh tentang ruang lingkup karya tulis ilmiah/karya inovasi.
3. Sebagai pihak yang paling berkepentingan untuk mengembangkan kompetensi profesi guru, Depertemen Pendidikan Nasional dan Departemen Pendidikan Agama perlu segera pula menyelenggarakan pembimbingan dan/atau pelatihan teknis pembuatan karya tulis ilmiah/karya inovasi bagi guru maupun kepala sekolah, oleh karena dalam kenyataannya kemampuan rata-rata guru dalam membuat karya ilmiah maupun karya inovasi masih sangat terbatas. Melalui pembimbingan dan pelatihan tadi akan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah/karya inovasi. Maka ketika guru telah memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam menulis karya ilmiah/karya inovasi, praktek plagiasi (penjiplakan) sebagaimana kasus pemalsuan dokumen untuk kepentingan sertifikasi oleh guru-guru di Riau beberapa waktu yang lalu tidak terulang kembali guru ketika menulis karya ilmiah/karya inovasi. Muara dari semua itu adalah demi terwujudnya profesionalitas guru, tetap terjaganya wibawa dan martabat guru sebagai pendidik profesional, serta terjaminnya mutu dan citra pendidikan kita.

Lingkup Karya Tulis dan Inovasi

Sebagaimana telah penulis paparkan pada bagian depan tulisan ini, bahwa untuk mengajukan usul kenaikan pangkat/golongan dari III/b ke III/c dan seterusnya, guru harus memiliki angka kredit dalam jumlah tertentu, baik unsur pengembangan profesi maupun karya ilmiah/karya inovasi. Permen PANRB Nomor 16 Tahun 2009 menghukumwajibkan guru untuk menulis karya ilmiah/karya inovasi. Dan oleh karenanya guru mau tidak mau harus membuat karya tulis ilmiah atau karya inovasi.
Yang termasuk karya tulis ilmiah bukan hanya PTK, melainkan diantaranya adalah hasil penelitian, pengkajian, survey dan atau evaluasi, tinjauan atau gagasan sendiri dalam bidang pendidikan, tulisan ilmiah populer melalui media masa, tinjauan, gagasan, atau tulisan ilmiah yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah/prasaran, buku pelajaran, diktat pelajaran, dan karya terjemahan. Sedangkan yang termasuk karya inovasi antara lain berupa karya seni, alat peraga, dan teknologi tepat guna.

Daladi
Praktisi pendidikan
Email : daladi.daladi@yahoo.com