Senin, 31 Mei 2010

Artikel

Wacana

15 Februari 2010

Tengara USBN Pendidikan Agama

  • Oleh Daladi
BSNP telah bersikap inkonsisten terhadap keputusan yang telah dibuatnya sendiri.

SETELAH memastikan bahwa ujian nasional (UN) akan dilaksanakan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) segera mengeluarkan jurus baru dengan memberikan tengara kuat bahwa mata pelajaran pendidikan agama akan diujikan secara nasional tahun 2010 ini. Tengara kuat tersebut disampaikan anggota badan itu, Prof Dr Mungin Eddy Wibowo MPd (Suara Merdeka, 13 Januari 2010).

Meskipun tak segencar polemik terkait pelaksanaan UN, informasi tentang pelaksanaan USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama segera ditanggapi oleh berbagai pihak, terutama sekolah dan guru-guru pendidikan agama. Tapi tanggapan lebih bersifat sekadar panguneg-uneg atau berupa rerasan. Sebagian sekolah dan guru memiliki pandangan bahwa USBN mata pelajaran agama tidak harus dilaksanakan tahun ini. Sementara sebagian yang lain menyatakan menerima dan siap melaksanakannya.

Perbedaan tanggapan tersebut lebih banyak disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman pengertian tentang USBN. Bahwa ternyata belum semua pihak - baik sekolah maupun guru - memiliki pemahaman sama.
Membandingkan dengan pelaksanaan UN yang menimbulkan polemik yang berkepanjangan, informasi tentang USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama disikapi dengan relatif lebih adem ayem oleh sekolah ataupun guru. Hampir tak terdengar reaksi penolakan ataupun keberatan dari mereka.

Terlepas dari sikap manis pihak sekolah dan guru, ada yang patut dicermati terkait rencana BSNP menyelenggarakan USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama. Soalnya dengan rencana tersebut ternyata BSNP telah bersikap inkonsisten terhadap keputusan yang telah dibuatnya sendiri. Sikap inkonsistensi tersebut dapat dilihat dengan mengacu pada lampiran POS UN 2009/2010 baik untuk SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK ataupun SMA/MA tentang Kriteria Lulus dari Satuan Pendidikan, terkait penilaian akhir peserta didik pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, yang menyatakan bahwa:

Pertama, penilaian akhir untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.

Kedua, penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi peserta didik, serta melalui ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

Ketiga, ulangan dan/atau penugasan dilakukan sekolah dengan materi ujian berdasarkan kurikulum yang digunakan. Keempat, hasil penilaian akhir terdiri dari dua aspek yang masing-masing harus minimal baik.
Kewenangan Dari yang disebut pertama sangatlah jelas bahwa mata pelajaran pendidikan agama adalah kelompok mata pelajaran yang kewenangan dalam memberikan penilaian akhir pada peserta didik ada pada satuan pendidikan (sekolah) dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.

Sedangkan dari yang disebut kedua, penilaian hasil belajar untuk mata pelajaran pendidikan agama dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap, serta melalui ulangan, dan/atau penugasan. Sementara dari yang disebut ketiga, sangat jelas pula bahwa kewenangan untuk menguji, menyelenggarakan ulangan dan/atau memberikan penugasan pada mata pelajaran pendidikan agama hanya dapat dilakukan oleh sekolah yang materinya diambil dari kurikulum yang digunakan.

Maka jika BSNP menyelenggarakan USBN - meskipun pembuatan soal dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan proporsi 25% berbanding 75% - seberapakah tingkat kesesuaiannya dengan KTSP yang digunakan oleh tiap-tiap satuan pendidikan?

Adapun dari yang disebut keempat menjadi penegas bahwa hasil penilaian akhir peserta didik untuk mata pelajaran pendidikan agama hanya terdiri dari dua aspek, yaitu melalui hasil pengamatan terhadap perkembangan perilaku, dan hasil ulangan dan/atau penugasan. Dari sini sangat jelas bahwa nilai hasil USBN mata pelajaran pendidikan agama tidak termasuk salah satu aspek dari kedua aspek tersebut.(10)

—- Daladi SPd Kn, praktisi pendidikan di Kabupaten Magelang
Suara Merdeka