Senin, 26 Juli 2010

REKOR PRESTASI AKADEMIK SMP NEGERI 1 NGLUWAR

SMP Negeri 1 Ngluwar Kabupaten Magelang memegang dua rekor prestasi akademik dalam pelaksanaan EBTANAS 1986/1987. Pada pelaksanaan EBTANAS tersebut SMP Negeri 1 Ngluwar merupakan SMP pertama yang lulusan pertamanya menduduki peringkat pertama se-Kabupaten (Magelang) dari hasil EBTANAS, mengungguli sekolah-sekolah negeri maupun swasta se-Kabupaten Magelang yang notabene sudah lebih lama berdiri. Pada saat yang sama SMP Negeri 1 Ngluwar juga mencatatkan diri sebagai SMP yang salah satu lulusan pertamanya (perorangan) meraih nilai tertinggi se-Kabupaten (Magelang) dari hasil EBTANAS 1986/1987, atas nama Muh Musafak. Kedua rekor tersebut adalah rekor nasional yang hingga kini belum pernah terpecahkan, dan mungkin tidak akan pernah terpecahkan, bahkan oleh SMP Negeri 1 Ngluwar sendiri.

Luar Biasa!

Jumat, 16 Juli 2010

Sajak-sajak Daladi Ahmad Dasuki

Ziarah Di Makam Ibu

Kubidik dan kupanah rembulan, Ibu
Bagi penerang kuburmu
Karena tak dapat aku semalaman menemanimu

Kutulis namaku yang kau berikan padaku dulu
Bersanding dengan namamu di pusara itu
Agar kau tak lagi merasa sepi dan sendiri

Kutinggalkan sebaris sajak “Aku menyintaimu”
Agar kau tak pernah ragu
Karena kutahu kau merindukanku

Kutitipkan rindu di daun kemuning
Agar dapat setiap waktu kau reguk wanginya
Dalam kedamaian tidur yang hening

Kupanjatkan doa dalam hening hati
Menadah tetes embun kasih Ilahi
Semoga bagimu surga abadi
***

Bulan Menyelinap Ke dalam Kamar

Lewat celah genting yang sedikit terbuka
Sepotong bulan menyelinap ke dalam kamar
Menyapa gelisahku yang tak pernah reda
Dan diam-diam mencuri tidurku
***

Sebelum Terlambat

Selagi dosa-dosa belum terlanjur berkarat
Karena jiwa lalai membaca setiap isyarat
Semoga dapat aku secepatnya bertobat
Agar pintu surga untukku tak terkunci rapat

Sebelum segala doa menjadi sia-sia
Dan airmata sesal tak lagi berguna
Semoga dapat segera jiwa yang sesat kubawa pulang
Ke rumah sendiri yang lama aku tinggalkan
: ruang hening berhias mantra-mantra purba

Selagi matahari belum benar-benar terbenam
Dan gelap malam menjadi mahkota ketakutan
Mau aku bergegas berkemas
Memunguti serpihan hikmah yang terbuang berserakan
Sebagai lentera penerang menuju jalan pulang
***

Elang Kecilku
: girindra sinastra

Kuajarkan elang kecilku mengepakkan sayap
Tapi ia minta secepatnya terbang setinggi langit
Karena ingin segera dipetiknya bintang-bintang

Kuajarkan elang kecilku terbang sebatas kepala
Tapi ia minta segera diberikan peta
Karena ingin secepatnya ditaklukkannya dunia

Ah, kenapa mesti kucemaskan
Sedang jiwamu tak pernah ragu
***
Agupena Jateng

SERPIHAN MUTIARA HIKMAH

SERING KITA BARU MERASA MEMILIKI
JUSTRU SETELAH KEHILANGAN
SESUNGGUHNYA YANG DEMIKIAN ADALAH
SEBENAR-BENARNYA KEHILANGAN DAN KERUGIAN

Daladi Ahmad Dasuki, 2010)


SETIAP YANG KITA TUAI
ADALAH BUAH
DARI BENIH YANG KITA TANAM SENDIRI

Daladi Ahmad Dasuki, 2009)


ADALAH SESUATU YANG MUSTAHIL
SESEORANG BERHARAP MENUAI BUAH YANG BAIK
DARI BENIH BURUK YANG DITANAMNYA

Daladi Ahmad Dasuki, 2009)

Jumat, 04 Juni 2010

“Keblinger”
Oleh : Daladi


Kita harus berterimakasih pada para pendahulu kita yang telah mewariskan kekayaan budaya yang memiliki nilai yang begitu agung. Salah satu warisan budaya tersebut berupa keberagaman kosa kata dalam bahasa Jawa yang seringkali sulit dicarikan kesepadanannya dalam kosa kata bahasa Indonesia. Dan kita lebih bersyukur bahwa ternyata dalam kosa kata tersebut selain terkandung makna yang sangat dalam, juga berisi ajaran yang begitu mulia untuk diaktualisasikan dalam kehidupan.
Salah satu contoh dari kosa kata tersebut adalah keblinger, yang hampir mustahil untuk dicarikan kesepadanannya dalam kosa kata bahasa Indonesia. Jikapun dipaksakan, dapat dipastikan tidak akan memiliki kesamaan makna sebagaimana yang dimaksudkan dalam kata keblinger tersebut. Dan oleh karenanya dalam tulisan ini tidak akan dibahas penyepadanan kata keblinger dengan kosa kata dalam bahasa Indonesia. Melalui tulisan ini penulis mengajak pembaca untuk bersama-sama memahami makna kata tersebut serta mencari relevansi dan aktualisasinya dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Pengertian sederhana dari kata keblinger kurang lebih adalah orang yang menjadi lupa diri sebab terperdaya oleh kesuksesan yang telah didapatnya. Dalam kehidupan manusia, keblinger berlaku seperti virus laten yang dapat menyerang dan menjangkiti siapapun, kapanpun dan dimanapun. Yang menjadi sasaran utama adalah orang-orang yang telah mencapai kesuksesan dalam hidupnya, mulai dari sukses jabatan, sukses kedudukan, sukses kekuasaan, sukses harta, sukses karier, sukses prestasi, hingga sukses jodoh.
Beberapa indikasi bahwa seseorang telah terjangkiti virus keblinger diantaranya adalah manakala seseorang menjadi lupa diri setelah meraih kesuksesan. Ia lupa pada keadaan dan keberadaan dirinya ketika belum menjadi orang sukses. Indikasi lainya adalah ketika seseorang telah meraih kesuksesan justru menjadi semakin jauh dari nilai-nilai budi pekerti luhur, moral dan agama. Atau seseorang dikatakan keblinger ketika setelah meraih kesuksesan kemudian mengingkari dan mengkhianati perjuangan dan pengorbanan dari orang-orang yang telah mengantarnya meraih kesuksesan.
Virus keblinger telah banyak memakan mangsanya dengan menyerang dan menjangkiti mereka dikarenakan telah berlaku lengah. Contoh nyatanya adalah, betapa di negeri ini sudah tak terhitung pejabat yang tidak dapat secara cerdas menghindar dari serangan virus keblinger tadi. Ilustrasinya adalah, betapa tak sedikit pejabat yang sebelumnya begitu santun dan rendah hati, kritis, berkepedulian tinggi, berbudi pekerti dan berakhlak mulia, tapi setelah berhasil menduduki jabatan tertentu semerta berubah menjadi tinggi hati, pongah, arogan, korup, egois, banyak melakukan perbuatan tercela dan semakin jauh dari keluhuran budi pekerti, moral, serta ajaran-ajaran agamanya.
Ketika seseorang sudah mulai keblinger oleh jabatan, kedudukan dan kekuasaan, giliran berikutnya biasanya ia akan keblinger pula oleh harta yang dimilikinya. Dan selanjutnya ia akan begitu mudah pula untuk menjadi keblinger pada kemegahan dan gemerlapnya kehidupan duniawi lainnya, oleh karena dengan mudah dapat dibelinya.
Contoh sempurna dari analisa demikian adalah cerita rakyat tentang tokoh Malin Kundang. Betapa Malin Kundang menjadi keblinger setelah mendapatkan kedudukan sangat tinggi, dan kemudian iapun keblinger pula oleh harta yang dimiliki. Malin Kundang lupa pada asal-usulnya bahwa sebelum memperoleh kedudukan tinggi dan terhormat ia hanyalah anak mbok rondo yang jelata dan miskin. Begitu keblinger-nya Malin Kundang sampai-sampai menjadi durhaka dan tidak mau mengakui ibu kandungnya sendiri yang telah melahirkan dan membesarkannya. Bahkan Malin Kundang pun mengingkari dan mengkhianati perjuangan serta pengorbanan ibunya yang telah mengantarnya meraih kesuksesan kedudukan yang sangat tinggi tersebut. Dan kita semua tahu akhir dari cerita tersebut adalah kesengsaraan dan penderitaan bagi Si Malin Kundang setelah dikutuk oleh ibunya sehingga menjadi patung batu.
Sebagaimana disampaikan di depan bahwa keblinger seperti layaknya virus laten yang dapat dengan mudah menyerang dan menjangkiti siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Sasaran utamanya adalah orang-orang yang telah berhasil meraih kesuksesan. Dan sebagaimana gambaran akhir dari cerita Malin Kundang tadi, setiap perilaku keblinger pasti akan berujung pada kesengasaraan, penderitaan, dan bahkan kehancuran. Lantas bagaimanakah seseorang bisa menjadi keblinger justru setelah meraih kesuksesan?
Seseorang yang sedang dalam kesuksesan ia justru sedang berada dalam masa paling rentan untuk terjangkiti dan terserang virus keblinger. Dan agar tak mudah terserang virus keblinger, kita harus mempersiapkan penangkalnya berupa hati dan pikiran yang selalu eling, waspada, dan mulat.

Eling, artinya bahwa kita harus senantiasa ingat dan sadar. Kita harus eling bahwa kusuksesan yang kita raih bukan merupakan hasil perjuangan dan kerja keras kita semata. Tuhanlah yang dengan kemurahan-Nya memberikan rahmat dan anugerah berupa kesuksesan tersebut. Kita harus selalu ingat dan sadar pula bahwa setiap kesuksesan yang kita raih pada hakekatnya adalah amanah Tuhan yang harus diemban dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dan oleh karenanya kita juga harus selalu eling pada wewaler dan paugeran yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Kitapun harus selalu eling pula bahwa banyak pihak telah berjuang dan berkorban membantu kita dalam meraih kesuksesan tersebut. Pihak-pihak tersebut mungkin adalah keluarga, saudara, teman, atau bahkan orang lain yang sama sekali tidak kita kenal. Dan karena itu sangat tak pantas jika kemudian kita menjadi keblinger sehingga melupakan perjuangan dan pengorbanan mereka. Kita juga harus eling dengan selalu bersyukur karena mungkin sebelum meraih kesuksesan kita bukanlah siapa-siapa.

Waspada, artinya kurang lebih adalah berhati-hati. Kita harus selalu waspada pada setiap godaan yang pasti datang, oleh karena godaan adalah konsekuensi penyerta bagi siapapun yang telah meraih kesuksesan. Dan sifat dari godaan-godaan tersebut betapapun sepintas terasa manis dan nikmat, pada akhirnya pasti akan menjerumuskan kita. Jika kita tidak berlaku waspada pada godaan-godaan tersebut akan dapat berakibat pada kejatuhan yang menyakitkan.

Mulat, adalah sikap selalu teliti dan penuh perhitungan. Untuk memperjelas pemahaman ini dapat kita analogikan dengan seorang penggembala kambing. Seorang penggembala kambing harus selalu mulat pada kambing-kambing yang digembalakannya. Ia harus senantiasa menjaga dan memperhatikan setiap gerak-gerik kambing-kambingnya agar tidak memakan tanaman miliki orang lain. Seorang penggembala kambing juga harus menjaga kambing-kambing gembalaannya agar tak menjadi mangsa harimau atau binatang buas lainnya.
Analogi diatas berlaku bagi siapapun yang telah berhasil meraih kesuksesan. Setiap kita harus dapat menjadi penggembala bagi diri sendiri dengan menghindarkan segala sikap, perilaku, dan perbuatan yang dapat mengakibatkan kesengsaraan, penderitaan, dan kehancuran diri sendiri maupun orang lain yang kita cintai. Kita harus selalu mulat pada napsu hewaniah kita yang cenderung mau kuasa sendiri, menang sendiri, dan senang sendiri.
Dengan selalu eling, waspada, dan mulat niscaya kita akan menjadi orang yang terselamatkan dari ancaman virus keblinger yang bertebaran di mana-mana dalam wujud godaan-godaan setelah kita meraih keberhasilan dan kesuksesan, sehingga kitapun terhindar dari penderitaan, kesengsaraan, dan kehancuran. Semoga.

Daladi
Peminat dan pemerhati
masalah sosial budaya
Ketika Guru Harus Menulis
Oleh : Daladi

Pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Salah satu tuntutan profesionalitas guru sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (1) diatas adalah bahwa guru wajib memiliki kompetensi profesi. Oleh karena guru adalah sebuah profesi, maka guru selalu dituntut dapat mewujudkan tanggungjawabnya sebagai pendidik profesional. Tuntutan tersebut menjadi semakin tak terelakkan jika dikaitkan dengan persyaratan pengajuan usul penetapan angka kredit (PAK) untuk kenaikan pangkat/golongan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam Permen PANRB tersebut terbaca bahwa untuk mengajukan usul penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat/golongan guru harus dapat memenuhi jumlah angka kredit tertentu, yang esensinya merupakan wujud penjaminan dan pertanggungjawaban profesionalitas guru. Adapun besarnya angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/golongan pada unsur pengembangan profesi (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) dan karya ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
No. Kenaikan Pangkat/gol. Pengembangan Profesi Karya Ilmiah / Karya Inovasi
1 III/a ke III/b 3 -
2 III/b ke III/c 3 4
3 III/c ke III/d 3 6
4 III/d ke IV/a 4 8
5 IV/a ke IV/b 4 12
6 IV/b ke IV/c 4 12
7 IV/c ke IV/d 5 14
8 IV/d ke IV/e 5 20
Sumber : sulipan.wordpress.com. Konversi tabel : Daladi

Dibalik tuntutan terpenuhinya kompetensi profesi sebagaimana ditunjukkan pada tabel diatas, makna positif kenaikan pangkat/golongan melalui sistem angka kredit adalah bahwa guru – termasuk kepala sekolah – memiliki peluang sangat besar untuk mencapai pangkat/golongan yang tergolong tinggi. Namun demikian, di sisi lain juga memunculkan kekhawatiran akan banyak guru yang kenaikan pangkat/golongannya jadi terhambat karena tidak dapat memenuhi angka kredit minimal, utamanya pada unsur karya ilmiah/karya inovasi. Bahkan bisa lebih tragis lagi akan lebih banyak lagi guru yang pangkat/golongannya terhenti pada pangkat/golongan bawah.
Realitas menunjukkan bahwa dari sekian banyak guru – tak terkecuali kepala sekolah – yang telah mencapai pangkat/golongan IV/a sangat sedikit yang dapat berlanjut hingga mencapai pangkat/golongan IV/b ke atas. Banyak guru maupun kepala sekolah yang pangkat/golongannya terhenti pada IV/a hingga lebih dari empat tahun, bahkan ada yang sampai sepuluh tahun atau lebih. Penyebab utamanya karena tidak dapat memenuhi angka kredit yang diperlukan untuk naik ke pangkat/golongan IV/b, terutama pada unsur karya ilmiah/karya inovasi. Meski demikian, mereka terbilang “beruntung” karena telah mencapai pangkat/golongan IV/a sebelum diberlakukannya Permen PANRB Nomor 16 Tahun 2009 tersebut.
Gambaran bahwa banyak guru maupun kepala sekolah yang pangkat/golongannya terhenti pada IV/a karena alasan tadi menjadi penguat munculnya kekhawatiran tersebut. Dan jika kekhawatiran itu benar-benar terjadi sama artinya akan semakin banyak guru maupun kepala sekolah yang tidak memenuhi kompetensi profesi. Oleh karena itu sangat mendesak perlunya pengupayaan oleh semua pihak yang memiliki kepentingan agar guru dapat mengembangkan kompetensi profesinya, baik melalui karya ilmiah maupun karya inovasi. Alternatif sumbang saran berikut ini barangkali bisa dijadikan pertimbangan untuk mewujudkan pengupayaan pengembangan kompetensi profesi guru maupun kepala sekolah.
1. Kebanyakan guru maupun kepala sekolah memiliki pandangan bahwa menulis karya ilmiah/karya inovasi itu sulit. Pandangan seperti ini yang menjadi pangkal mula guru/kepala sekolah tidak memiliki motivasi untuk menulis. Oleh karena itu pandangan tersebut harus segera diubah melalui sikap positif dengan membangun pandangan optimistis bahwa sebenarnya siapapun bisa menulis. Yang terpenting harus segera dilakukan adalah memulai menulis. Dalam hal ini kita tidak perlu terlalu memikirkan tentang kwalitas hasil dari yang kita tulis. Biarkan semua berjalan secara wajar dalam sebuah proses kepenulisan menuju kemajuan/peningkatan kwalitas tulisan kita. Bukankah sehebat apapun seorang penulis tidak ada yang ketika pertama kali menulis ketika itu juga menghasilkan tulisan dengan kwalitas memuaskan? Melainkan ia pasti mengalami pula sebuah proses sehingga menghasilkan karya dengan kwalitas memuaskan yang di dalamnya sarat dengan dinamika pasang-surut dan jatuh-bangun.
2. Depertemen Pendidikan Nasional dan Departemen Pendidikan Agama perlu segera menyelenggarakan sosialisasi tentang karya tulis ilmiah/karya inovasi, oleh karena masih banyak guru maupun kepala sekolah yang belum mengerti dan memahami secara utuh tentang ruang lingkup karya tulis ilmiah/karya inovasi.
3. Sebagai pihak yang paling berkepentingan untuk mengembangkan kompetensi profesi guru, Depertemen Pendidikan Nasional dan Departemen Pendidikan Agama perlu segera pula menyelenggarakan pembimbingan dan/atau pelatihan teknis pembuatan karya tulis ilmiah/karya inovasi bagi guru maupun kepala sekolah, oleh karena dalam kenyataannya kemampuan rata-rata guru dalam membuat karya ilmiah maupun karya inovasi masih sangat terbatas. Melalui pembimbingan dan pelatihan tadi akan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah/karya inovasi. Maka ketika guru telah memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam menulis karya ilmiah/karya inovasi, praktek plagiasi (penjiplakan) sebagaimana kasus pemalsuan dokumen untuk kepentingan sertifikasi oleh guru-guru di Riau beberapa waktu yang lalu tidak terulang kembali guru ketika menulis karya ilmiah/karya inovasi. Muara dari semua itu adalah demi terwujudnya profesionalitas guru, tetap terjaganya wibawa dan martabat guru sebagai pendidik profesional, serta terjaminnya mutu dan citra pendidikan kita.

Lingkup Karya Tulis dan Inovasi

Sebagaimana telah penulis paparkan pada bagian depan tulisan ini, bahwa untuk mengajukan usul kenaikan pangkat/golongan dari III/b ke III/c dan seterusnya, guru harus memiliki angka kredit dalam jumlah tertentu, baik unsur pengembangan profesi maupun karya ilmiah/karya inovasi. Permen PANRB Nomor 16 Tahun 2009 menghukumwajibkan guru untuk menulis karya ilmiah/karya inovasi. Dan oleh karenanya guru mau tidak mau harus membuat karya tulis ilmiah atau karya inovasi.
Yang termasuk karya tulis ilmiah bukan hanya PTK, melainkan diantaranya adalah hasil penelitian, pengkajian, survey dan atau evaluasi, tinjauan atau gagasan sendiri dalam bidang pendidikan, tulisan ilmiah populer melalui media masa, tinjauan, gagasan, atau tulisan ilmiah yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah/prasaran, buku pelajaran, diktat pelajaran, dan karya terjemahan. Sedangkan yang termasuk karya inovasi antara lain berupa karya seni, alat peraga, dan teknologi tepat guna.

Daladi
Praktisi pendidikan
Email : daladi.daladi@yahoo.com

Rabu, 02 Juni 2010

Pendidikan Karakter dan Khitoh Guru

Oleh : Daladi

Penyelengaraan pendidikan kita sudah sekian lama mengalami disorentasi dari tujuan pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan yang seharusnya lebih mengedepankan upaya pembentukan pribadi yang memiliki karakter positif semisal nilai-nilai religi (imani), akhlak mulia, kejujuran, kemandirian, sopan santun, rendah hati, kejujuran, tanggungjawab dan lain-lainnya, dalam pelaksanaannya lebih mengutamakan dan berorientasi hanya pada kecerdasan intelektual (IQ). Disorientasi pelaksanaan pendidikan yang demikian berimplikasi pada sikap mental guru menjadi berorientasi hanya mengejar target kurikulum dan pencapaian prestasi akademik siswa. Akibatnya nilai keutamaan yang semestinya menjadi pondasi dan modal utama siswa dalam mengarungi kehidupan di kemudian hari menjadi tidak terurus secara baik dan sungguh-sungguh. Dan akibat dari semua itu adalah tumbuhnya generasi penerus bangsa yang semakin jauh dari nilai-nilai keutamaan yang dibutuhkan baik dalam kehidupan pribadi, sosial, berbangsa, maupun bernegara. Hal yang demikian adalah ancaman kebangkrutan moral bangsa di masa yang akan datang. Maka jika kita ingin bangsa ini selamat dari ancaman kebangkrutan moral yang lebih besar lagi, pelaksanaan pendidikan karakter pada siswa tidak bisa ditunda lagi.

Khitoh Guru
Yang terpenting dalam pendidikan karakter adalah diaplikasikannya nilai-nilai keutamaan secara konsisten, senantiasa teguh dan tangguh dalam situasi dan keadaan apapun. Keteguhan dan ketangguhan yang demikian adalah penanda kuatnya karakter yang dimiliki seseorang. Menurut Doni Koesoema A dalam bukunya Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak di Zaman Global), locus educationis pendidikan karakter adalah sekolah. Dalam kaitan ini, guru sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah memiliki peran vital dalam pendidikan karakter, karena guru adalah pengelola dan pelaku pembelajaran di sekolah. Oleh karena perannya yang vital tersebut, sebelum melaksanakan pendidikan karakter guru harus terlebih dahulu menjadi pribadi yang memiliki karakter. Dengan kalimat lain guru harus bisa menjadi teladan dan model pribadi yang memiliki karakter. Guru harus kembali pada khitoh sebagai pribadi yang bisa digugu dan ditiru. Khitoh inilah yang harus dijadikan pegangan guru sebelum mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah. Alangkah naifnya jika guru mengajarkan tentang pendidikan karakter, sementara guru sendiri tidak memiliki pribadi yang berkarakter. Yang demikian ini sama halnya dengan membersihkan meja dengan menggunakan kain lap yang kotor. Percuma dan sia-sia.Betapa sangat ironis ketika guru mengajarkan dan mendidik siswa supaya rajin dan giat belajar, sementara guru sendiri malas dalam mengajar dan malas pula untuk belajar. Padahal tuntutan zaman mengharuskan guru untuk terus belajar dan belajar, oleh karena dunia pendidikan dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan dan perubahan.Akan sangat naif pula ketika seorang guru menasehati siswanya agar selalu tertib dan disiplin, sementara guru sendiri sangat terbiasa datang terlambat ke sekolah dan masuk kelas untuk mengajar.Bagaimana mungkin seorang guru yang biasa bersikap angkuh, sombong, dan arogan akan mengajarkan pada siswanya tentang kemuliaan sikap rendah hati? Dan apakah mungkin guru yang gemar bergunjing dan selalu bersangka buruk pada orang lain akan mengajarkan pada siswa agar selalu berpikiran positif?Bagaimana bisa guru yang suka mencela siswa akan mengajarkan sikap pentingnya menghargai orang lain? Bagaimanakah mungkin guru yang selalu mengeluh dan menggerutu akan mengajarkan pada siswanya tentang kemandirian dan tanggungjawab?Seorang guru yang malas untuk mengajar akan sangat ironis ketika ia mengajarkan pada siswa tentang pentingnya bekerja keras dan belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh sebagai bekal menghadapi masa depan.Guru yang tidak pernah menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya, serta sikap dan perilakunya tidak pernah mencerminkan nilai-nilai religi tidak mungkin mengajarkan siswanya untuk rajin beribadah dan mensyukuri setiap anugerah atau rahmat yang telah diberikan Tuhan.Yang penulis paparkan diatas hanyalah gambaran sederhana sebagai penegas bahwa guru harus terlebih dahulu menjadi pribadi yang memiliki karakter sebelum mengajarkan karakter pada siswa. Jika tidak, pendidikan karakter di sekolah tidak akan pernah membuahkan hasil sebagaimana yang kita harapkan. Untuk lebih mempertegas gambaran diatas barangkali kasus berikut ini bisa kita jadikan acuan.Di suatu sekolah ada dua orang siswa (putra-putri) yang masih tetap tinggal di kelas meskipun bel jam pelajaran terakhir telah dibunyikan beberapa waktu yang lalu, sedangkan teman-temannya yang lain sudah pulang semua. Ketika ditegur oleh seorang guru mereka membela diri dengan mengatakan, “Kan Bapak-Ibu guru juga begitu.” Rupanya anak-anak ini menyaksikan kedekatan hubungan guru tertentu (pria-wanita) yang sudah diluar etika hubungan pertemanan atau mitra kesejawatan, dan dijadikan alasan pembenaran atas apa yang dilakukan. Hal semacam itu yang sering tidak disadari oleh guru. Guru sering tidak menyadari bahwa setiap tutur-kata, sikap, dan apapun yang dilakukannya selalu menjadi perhatian dan diapresiasi siswa. Dari apa yang diucapkan dan dilakukan guru – entah baik atau buruk – siswa belajar secara langsung.
Keteladanan KarakterDalam mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah, memosisikan siswa dalam kedudukan yang senantiasa dihargai sebagai pribadi yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang sehingga menjadi individu yang memiliki karakter yang kuat. Dan oleh karena guru adalah pendidik dalam konteks pendidikan karakter, maka guru harus dapat meneladankan diri sebagai pribadi yang berkarakter yang merupakan khitoh sebagai yang bisa digugu dan ditiru. Guru memang tak akan pernah jadi manusia sempurna, tapi setidaknya harus selalu belajar dan berusaha untuk melakukan apa yang seharusnya dan pantas dilakukan sebagai guru, sehingga layak diteladani oleh siswa .Keteladanan karakter tersebut diantaranya adalah (1) pekerja keras dan pembelajar, (2) optimis dan memiliki motivasi kuat, (3) kreatif dan berinisiatif, (4) mandiri dan percaya diri, (5) sopan dan beretika, (6) religi dan imani, (7) jujur, bertanggungjawab, dan dapat dipercaya, (8) menghargai dan menghormati sesama, (9) rendah hati, (10) ramah, tidak angkuh, (11) hubungan sosial dan kerjasama, (12) disiplin dan tertib (13) gigih, tekun, dan sabar, (14) sikap toleran (15) mampu bekerjasama, (16) berlaku adil, (17) berpikiran positif, (18) menghargai seni.Jika setiap guru memiliki keteladanan karakter sebagaimana diatas, dan kemudian diajarkan pula kepada siswa, maka tak diperlukan lagi lomba atau kompetisi untuk memilih guru teladan atau sejenisnya, karena setiap guru adalah teladan bagi siswa. Maka dengan demikian, giliran berikutnya untuk mendidik siswa sehingga menjadi pribadi yang memiliki karakter yang kuat, selalu konsisten, tetap teguh dan tangguh dalam segala keadaan bukanlah suatu kemustahilan. Catatan: sebagian dari keteladanan karakter diatas dikutip dari “9 pilar pendidikan karakter” menurut Ratna Megawangi, Ph.D.

Selasa, 01 Juni 2010

Pendidikan

10 Desember 2009
Suara Guru

Revitalisasi Guru

  • Oleh Daladi
KETIDAKPASTIAN sering tanpa kita sadari telah mewujud dan memerankan dirinya sebagai sebuah teror yang menyerang mental psikologis kita.

Demikian pula halnya dengan ketidakpastian pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2009/2010 telah membuat banyak guru, terutama guru mata pelajaran yang di-UN-kan menjadi risau.

Meski demikian, situasi seperti itu tak harus membuat guru terperangkap pada sikap mental yang tidak menentu pula, yang justru akan berakibat menambah beban mental psikologis peserta didik.

Situasi seperti ini justru kita jadikan momentum untuk merevitalisasi diri atas fungsi dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan pendidik.

Sebagai agen pembelajaran, sudah barang tentu guru harus melaksanakan pembelajaran lebih intensif dalam rangka mempersiapkan peserta didik menghadapi ujian.

Guru tidak seharusnya terjebak dan terperangkap pada situasi ketidakpastian jadi atau tidak pelaksanaan UN.

Guru harus dalam situasi siap, oleh karena tugas dan tanggungjawabnya tidak berkorelasi mutlak dengan pelaksanaan UN. Ada atau tidak ada UN, guru tetap harus mempersiapkan peserta didik di kelas akhir untuk menghadapi ujian.
Pemahaman Wujud lain revitalisasi fungsi dan peran guru sebagai pendidik adalah, bahwa dalam situasi ketidakpastian seperti ini, guru harus berusaha membantu peserta didik agar tetap dalam sikap mental dan situasi psikologis yang sehat, sehingga tidak mengganggu persiapan mereka dalam menghadapi ujian.

Kita berikan pemahaman pada peserta didik bahwa yang utama dan terpenting saat ini adalah persiapan untuk menghadapi ujian.

Yang mereka butuhkan pada situasi seperti ini adalah rasa tenang dan tentram dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian.

Akhirnya marilah kita selamatkan anak-anak kita dari ancaman dan serangan teror berupa ketidakpastian itu. Kita jaga dan bangkitkan kepercayaan diri anak-anak kita agar selalu siap menghadapi kemungkinan apapun yang akan terjadi. (45)

--Daladi SPdKn, guru SMP Negeri 1 Ngluwar, Magelang
Suara Merdeka

Sajak

(Guru SMP Negeri 1 Ngluwar Kab. Magelang)

Ziarah Di Makam Ibu

Kubidik dan kupanah rembulan, Ibu
Bagi penerang kuburmu
Karena tak dapat aku semalaman menemanimu

Kutulis namaku yang kau berikan padaku dulu
Bersanding dengan namamu di pusara itu
Agar kau tak lagi merasa sepi dan sendiri

Kutinggalkan sebaris sajak “Aku menyintaimu”
Agar kau tak pernah ragu
Karena kutahu kau merindukanku

Kutitipkan rindu di daun kemuning
Agar dapat setiap waktu kau reguk wanginya
Dalam kedamaian tidur yang hening

Kupanjatkan doa dalam hening hati
Menadah tetes embun kasih Ilahi
Semoga bagimu surga abadi
***

Bulan Menyelinap Ke dalam Kamar

Lewat celah genting yang sedikit terbuka
Sepotong bulan menyelinap ke dalam kamar
Menyapa gelisahku yang tak pernah reda
Dan diam-diam mencuri tidurku
***

Sebelum Terlambat

Selagi dosa-dosa belum terlanjur berkarat
Karena jiwa lalai membaca setiap isyarat
Semoga dapat aku secepatnya bertobat
Agar pintu surga untukku tak terkunci rapat

Sebelum segala doa menjadi sia-sia
Dan airmata sesal tak lagi berguna
Semoga dapat segera jiwa yang sesat kubawa pulang
Ke rumah sendiri yang lama aku tinggalkan
: ruang hening berhias mantra-mantra purba

Selagi matahari belum benar-benar terbenam
Dan gelap malam menjadi mahkota ketakutan
Mau aku bergegas berkemas
Memunguti serpihan hikmah yang terbuang berserakan
Sebagai lentera penerang menuju jalan pulang
***

Elang Kecilku
: girindra sinastra

Kuajarkan elang kecilku mengepakkan sayap
Tapi ia minta secepatnya terbang setinggi langit
Karena ingin segera dipetiknya bintang-bintang

Kuajarkan elang kecilku terbang sebatas kepala
Tapi ia minta segera diberikan peta
Karena ingin secepatnya ditaklukkannya dunia

Ah, kenapa mesti kucemaskan
Sedang jiwamu tak pernah ragu
***

Senin, 31 Mei 2010

Artikel

Wacana

15 Februari 2010

Tengara USBN Pendidikan Agama

  • Oleh Daladi
BSNP telah bersikap inkonsisten terhadap keputusan yang telah dibuatnya sendiri.

SETELAH memastikan bahwa ujian nasional (UN) akan dilaksanakan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) segera mengeluarkan jurus baru dengan memberikan tengara kuat bahwa mata pelajaran pendidikan agama akan diujikan secara nasional tahun 2010 ini. Tengara kuat tersebut disampaikan anggota badan itu, Prof Dr Mungin Eddy Wibowo MPd (Suara Merdeka, 13 Januari 2010).

Meskipun tak segencar polemik terkait pelaksanaan UN, informasi tentang pelaksanaan USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama segera ditanggapi oleh berbagai pihak, terutama sekolah dan guru-guru pendidikan agama. Tapi tanggapan lebih bersifat sekadar panguneg-uneg atau berupa rerasan. Sebagian sekolah dan guru memiliki pandangan bahwa USBN mata pelajaran agama tidak harus dilaksanakan tahun ini. Sementara sebagian yang lain menyatakan menerima dan siap melaksanakannya.

Perbedaan tanggapan tersebut lebih banyak disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman pengertian tentang USBN. Bahwa ternyata belum semua pihak - baik sekolah maupun guru - memiliki pemahaman sama.
Membandingkan dengan pelaksanaan UN yang menimbulkan polemik yang berkepanjangan, informasi tentang USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama disikapi dengan relatif lebih adem ayem oleh sekolah ataupun guru. Hampir tak terdengar reaksi penolakan ataupun keberatan dari mereka.

Terlepas dari sikap manis pihak sekolah dan guru, ada yang patut dicermati terkait rencana BSNP menyelenggarakan USBN untuk mata pelajaran pendidikan agama. Soalnya dengan rencana tersebut ternyata BSNP telah bersikap inkonsisten terhadap keputusan yang telah dibuatnya sendiri. Sikap inkonsistensi tersebut dapat dilihat dengan mengacu pada lampiran POS UN 2009/2010 baik untuk SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK ataupun SMA/MA tentang Kriteria Lulus dari Satuan Pendidikan, terkait penilaian akhir peserta didik pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, yang menyatakan bahwa:

Pertama, penilaian akhir untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.

Kedua, penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi peserta didik, serta melalui ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

Ketiga, ulangan dan/atau penugasan dilakukan sekolah dengan materi ujian berdasarkan kurikulum yang digunakan. Keempat, hasil penilaian akhir terdiri dari dua aspek yang masing-masing harus minimal baik.
Kewenangan Dari yang disebut pertama sangatlah jelas bahwa mata pelajaran pendidikan agama adalah kelompok mata pelajaran yang kewenangan dalam memberikan penilaian akhir pada peserta didik ada pada satuan pendidikan (sekolah) dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.

Sedangkan dari yang disebut kedua, penilaian hasil belajar untuk mata pelajaran pendidikan agama dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap, serta melalui ulangan, dan/atau penugasan. Sementara dari yang disebut ketiga, sangat jelas pula bahwa kewenangan untuk menguji, menyelenggarakan ulangan dan/atau memberikan penugasan pada mata pelajaran pendidikan agama hanya dapat dilakukan oleh sekolah yang materinya diambil dari kurikulum yang digunakan.

Maka jika BSNP menyelenggarakan USBN - meskipun pembuatan soal dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan proporsi 25% berbanding 75% - seberapakah tingkat kesesuaiannya dengan KTSP yang digunakan oleh tiap-tiap satuan pendidikan?

Adapun dari yang disebut keempat menjadi penegas bahwa hasil penilaian akhir peserta didik untuk mata pelajaran pendidikan agama hanya terdiri dari dua aspek, yaitu melalui hasil pengamatan terhadap perkembangan perilaku, dan hasil ulangan dan/atau penugasan. Dari sini sangat jelas bahwa nilai hasil USBN mata pelajaran pendidikan agama tidak termasuk salah satu aspek dari kedua aspek tersebut.(10)

—- Daladi SPd Kn, praktisi pendidikan di Kabupaten Magelang
Suara Merdeka